Tuesday, May 03, 2011

Makassar...kota Angin Mamiri

Seperti yang udah gua ceritain, dalam kekacauan gak ada mbak dan kerjaan menumpuk, akhirnya hubby dan Denzel ikutan gua deh ke Makassar. Karena persiapannya mendadak, akhirnya mereka dapat flight yang berbeda dengan gua baik pergi maupun pulangnya saking flight gua udah penuh. Syukurlah Denzel baik-baik aja berdua papanya.

Soal flight gua di G*ruda sempat ada pengumuman terjadi overbooked dan bagi yang bersedia dipindahkan ke penerbangan selanjutnya (3jam berikutnya) akan diberikan lunch dan cash sekitar 500K lebih. Lumayan buat orang yang gak buru2 ya?Ternyata maskapai kita cukup profesional dan time is money bener2 berlaku di sini:) Gua emang gak mungkin delayed karena Denzel dan papanya ngambil flight yang jamnya barengan. Kasihan kalau mereka harus nunggu gua di airport Makassar.

Kita nginap di Clarion Hotel and Convention Center karena strategis, emang seminarnya di sini. Tapi buat teman-teman yang tujuannya rekreasi gua saranin nginap aja di Hotel Arya Duta, lebih asyik karena cuma sebrangnya pantai Losari dan deket banget ama restoran2 seafood dan pusat oleh-oleh. Kalau hotel gua sekitar 15 menit dari pantai.




Overall kamar hotel modern dan bersih, ada kolam renangnya yang mana bikin si bocah loncat2 kegirangan. Breakfast enak dan menunya itu lho, udah banyak berganti-ganti terus dan tak lupa ada menu lokal seperti pallu mara, coto makassar, kue-kue dll.

Gua punya waktu luang 2 hari 1 malam karena gak ikut workshop jadi berkesempatan city tour resmi + tak resmi alias dajak jalan2 sama temannya sahabat gua yang asli orang sana. Dia punya anak sepantaran Denzel jadi si bocah seneng deh.

Obyek wisata yang kita kunjungi antara lain :

1. Fort Rotterdam
Dulunya Ujung Pandang ini merupakan pusat Kerajaan Gowa/ Goa. Kita patut bangga lho karena punya pahlawan seperti Sultan Hasanuddin. Beliau mampu memimpin salah satu kerajaan terbesar di Indonesia yang meliputi Sulawesi dan Indonesia bagian timur lainnya. Kapal phinisi yang sudah terkenal kuat dan unik pembuatannya juga berasal dari kerajaan ini. Nah, kalau kapal lain mulai dari pembuatan lumbung, phinisi dibuat dari dindingnya dulu dan tidak berdasarkan teknik perkapalan yang rumit melainkan emang kepiawaian alami orang Gowa. Kapal phinisi sampai sekarang diakui dunia karena ekspedisinya yang dicatat berlayar sampai Cape Town bertahun-tahun silam. So, dengan armada kapal perangnya, Belanda susah sekali menaklukkan Kerajaan Gowa ini, bahkan saking kesel dan kagumnya kali ya dengan keberanian Sultan Hasanuddin, beliau diberi julukan De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur.

Sayangnya si kompeni licik dan pintar sekali memainkan teknik devide et impera dengan mendekati kerajaan2 kecil di bawah Kerajaan Gowa dan membujuk mereka untuk membantu VOC berperang sehingga terjadilah Perang Makassar tahun 1655-1669 yang dipimpin Sultan Hasanuddin. Tujuannya jelas yakni mau menguasai perdangan rempah-rempah di Indonesia Timur. Dalam perang ini, benteng ini hancur dan kerajaan Gowa kalah.

Gubernur Jendral Speelman merenovasi sisa-sisa benteng dengan gaya arsitektur Belanda. Namanya juga diubah menjadi Fort Rotterdam, yang merupakan nama kota kelahiran Speelman.


Sayang ya, padahal benteng ini tadinya merupakan benteng termegah di antara 17 benteng yang mengelilingi kota. Dibangun tahun 1545 dengan bentuk seekor penyu yang hendak berjalan turun ke laut (emang benteng ini dekat dengan laut) sebagai pertanda filosofi Kerajaan Gowa bisa hidup dan jaya baik di darat maupun lautan. Sisa benteng asli masih bisa dilihat lho, kita sempat manjat ke atas meski gua rada seram karena gak ada pagar dan si Denzel liar banget, jadi gak banyak foto dan gua cuma bisa samar-samar bayangin wujud penyunya.

Denzel di reruntuhan benteng, bagian dari kaki kanan penyu

Btw di sini juga ada penjara tempat Pangeran Diponegoro diasingkan (foto tengah kiri).


Dalam kompleks yang besar ini juga terdapat Museum La Galigo yang memuat berbagai benda-benda sebagai saksi kebesaran Kerajaan Gowa.

Barang-barang peninggalan kerajaan, miniatur kompleks Fort dan water filter purbakala

2. Somba Ompu
Benteng ini dibangun sekitar tahun 1550 an dan sekarang menjadi 1650) yang merupakan pusat budaya miniatur Sulawesi Selatan. Ada beberapa rumah adat tradisional dari semua suku / etnis yang ada di Sulawesi Selatan dimana setiap rumah dibuat sepersis mungkin dengan aslinya sehingga kita bisa membayangkan seperti apa tinggal di rumah tersebut.

Sayangnya begitu berbelok ke jalanan kecil yang masih sekitar 1 km dari lokasi, jalan rusak parah. Kata tour guide benteng ini serba tanggung, masuk lokasi otonomi kabupaten tapi pengurusannya masih ditanggung propinsi pusat sehingga terbengkalai deh:( Miris deh lihat benteng2nya cuma tersisa dinding2 hitam yang mulai lapuk dan gak ada konservasinya sama sekali. Kenapa ya kita gak bisa menjaga cagar2 budaya?

Denzel bergaya depan rumah adat

Gua sempat naik ke rumah adat Toraja. Yah, anggap sebagai pelipur lara gak jadi ke sana hiks hiks. Pertama emang udah rencana ama teman2 buat sewa mobil bareng, tapi terus kan si bocah ikut, mana tahan dia perjalanan yang katanya bisa 6 jam sendiri menuju kesana. Tapi akhirnya malah tidak ada satupun teman dan kolega yang pergi setelah mendapat info jalanan ke sana semakin hancur dan memakan waktu 10 jam untuk tiba di sana.

Di bus, Tour Guide cerita banyak soal Toraja. Katanya dulu beneran ada acara pemanggilan jenazah buat jalan sendiri ke bukit tempat pemakaman tapi terakhir tahun 1999 karena dilarang keras oleh gereja (cmiiw). Daerah Toraja emang mayoritas Kristen tapi secara budaya masih sangat kental kepercayaan dan tradisi2 adatnya.

Kebetulan gua punya teman orang Toraja, dia dulu sering cerita bagaimana keluarganya yang sebenarnya menengah tapi harus jatuh bangun mengumpulkan duit buat bikin upacara adat penguburan neneknya. Selama uang belum terkumpul, jenazah neneknya ditaruh dalam peti dan digeletakin di ruang tamu sekitar 3 thn!!! Intinya masih dianggap belum mati karena belom diupacarakan jadi tiap beberapa hari tubuhnya dilumuri ramuan2 tumbuh2an tertentu biar tidak berbau. Gua penasaran dong, soalnya setahu gua teman ini dari keluarga bangsawan dan berpendidikan tinggi. Emang berapa sih biaya penguburannnya? Ternyata bukan cuma puluhan juta tapi lebih dari 2 M!

Sapi yang dikorbankan bukan sembarang sapi tapi yang bulunya panjang putih belang-belang seharga 300 jutaan seekor!! Meski mahal ya tetap dikurbankan dan dagingnya gak lebih enak kok.

Ini foto sapi yang harganya 300-400 juta, diambil dari dalam rumah Toraja

Masalahnya kalau keluarga bangsawan emang gak boleh sapi biasa dan sapi yang dikorbangkan gak cuma seekor dua ekor. Bisa sampai puluhan. Selain dari keluarga, ada juga keluarga jauh yang memberi sumbangan sapi ini, tapi nama dan pemberiannya dicatat. Nanti kalau anggota keluarga itu meninggal, kita wajib memberi sejumlah yang sudah pernah diberikan kalau tidak mau dianggap melanggar tradisi.

Katanya ada sih meski sangat jarang orang yang memutuskan tidak mau terlibat acara yang menguras kantong, tp konsekuensinya sangat berat yakni putus hubungan dan dianggap tidak eksis lagi. Mungkin bagi kita yang awam dengan tradisi begitu bisa mengambil keputusan sendiri tapi gua rasa kalau kita dibesarkan dan masih menghormati tetua2 dan keluarga sulit rasanya menolak.

Tradisi unik beserta cara penguburan dalam tebing-tebing bukit inilah yang menarik ribuan wisatawan asing dari mancanegara ke sini, bahkan katanya belom ke Sulsel kalau belom ke Toraja hiks. Masa budaya Indonesia yang masuk Unesco Heritage kita gak bela2in kunjungin sih:(

3. Museum Balla Lampoa
Museum ini wujudnya adalah rekonstruksi istana Kerajaan Gowa yakni rumah panggung khas Bugis. Dalam bahasa Makassar artinya rumah besar. Museum ini juga menyimpan banyak barang-barang bersejarah peninggalan kerajaan. Yang bikin panik adalah si Denzel lari kesana kemari, terus si anak monyet ini naik ke meja utama tempat foto2 bersama lukisan raja dan ratu. Selain mejanya pendek, ada banyak piring keemasan bertutup tudung saji merah sebagai dekorasi. Si bocah bersikeras ada permen di dalamnya. Biarpun udah dibilangin berkali-kali, ia tetap ngotot mau periksa satu persatu sambil joget2.

Gaya, pegang payung kerajaan ceritanya

Untunglah penjaganya gak lihat atau gak ngeh saking ramenya, kalau gak bisa2 gua diceramahi deh huaaa.. susah banget bawa anak kecil ke tempat spt ini. Oh, ya di sini juga bisa sewa baju2 daerah beserta asesoris tapi gua udah gak berminat. Selain ngawasin Denzel, udara di Makassar puanaaas banget, rambut gua dengan cepat lepek dan baju basah kuyub. Mana museum2 di sana gak ada yang berAC pula. Kalau gak salah tidak ada tiket masuknya sih, cuma ada kotak sumbangan sukarela di depan, jadi kita maklum aja atas ketidaknyamanan. Beda ya sama negara lain yang begitu care ama museum-museum mereka.


Berikutnya tunggu ya.... Trans Studio dan Wisata kuliner

11 comments:

Veny said...

g tunggu wisata kulinernya deh , mo liat lo mkn apa aja hehehee
mkn nasi kuning makasar ga ? kl seafood pasti yah

Arman said...

gua pernah beberapa kali ke makassar, kok gak pernah ada yang ngajakin gua jalan2 ke tempat2 itu ya? hahaha

Anna DR said...

wow asiknya jalan2 ke makasar, pengen juga euy

Journal Mommy Yenny said...

wah..bagus ya El...
demen deh sama cerita jalan jalan elo

Once in a Lifetime said...

@ Veny : Yang pasti enak2 Ven, tp nasi kuning malah gua gak makan dan gak tahu loh.

@ Arman : Mungkin elo sibuk wiskulnya doang haha.. tp ini kan city tour, jadi ya dibawa2 ke tempat bersejarah, kalau teman gua yang orang makassar cuma bawa ke fort doang. Mungkin kayak kita, mana pernah ke museum fatihilah atau museum wayang dsb dsb

@ Jeng Anna : Iya:)

@ Yenny : thanks ya, Yen.

Once in a Lifetime said...
This comment has been removed by the author.
Pucca said...

shock gua bacanya el, 2M cuma buat beli sapi2 belang2 itu.. ckckckck.. kasian juga ya disatu sisi itu tradisi, tapi disisi lain, mesti ngumpulin duit segitu banyak kan gak gampang..
untung juga gua gak jadi orang toraja, kalo gak sampe skarang gua masih nyicil huhuhuhu..

denzel kayanya gak perduli mau museum kek, mau benteng kek, yang penting bisa lelarian hihihi..

eny said...

Aiizzz tadi pagi gua udah ketik komen via hp koq ga masuk ya, haaiiizz

Menarik banget el lu mengunjungi tempat2 wisata gitu. ngiler gua..
padahal si abun tuh besar dan sekolah di ujung pandang lho. Tapi gua ga pernah diceritain beginian apalagi dibawa jalan2 ke sana :(

Lanjutkan cerita trans studio n kulinerannya yaaa.... abis ini gua mau nodong si abun ke makasar, hehehe

Anonymous said...

Wow, keren El, gua demen tuh kalo jalan2 liat tradisi mereka dan kehidupan sehari2nya. Lebih ngeresep acara jalan2nya, hehehe. Itu biaya penguburan lebih mahal dari biaya kawinan atau lahiran yah.

Once in a Lifetime said...

Viol : haha.. kata si tour guide emang orang sana kalau dapat istri orang Toraja berarti udah harus mikirin segala konsekuensinya :P Iya, jangan2 kalau ke Westminster Abbey jg begitu *berkhayal bawa Denzel ke sana*

Eny : makanannya mantaaap:P Btw orang sana makan apapun pasti ada jeruk nipis/ jeruk lemonnya. Abun gitu gak?

Linda : tul, pesta kawinan biasa aja katanya. Soalnya tradisi mereka bilang dunia ini cuma tempat transit doang, jadi meninggal artinya udah pindah ke alam bahagia so harus dirayakan dan gak boleh ada yang nangis2 saat keluarganya meninggal.

Angel said...

Asik banget nih jalan2 sekeluarga jadinya :D
Cerah banget ya di makasar. di fotonya langitnya biru banget :D

Post a Comment